Kamis, 10 November 2016

Cintaku Sahabatku

Cintaku Sahabatku
Hari itu, 20 November 1997. Aku berada di bangku kelas 3 SMA, 12 MIPA 3. Aku mempunyai 5 orang sahabat yang sangat aku sayangi. Ada Punpun, si cewek centil yang selalu membawa sisir kesayangannya kemanapun ia pergi, Baifern, si cewek tomboy satu sekolah, Bank, si cowok jail tapi suka menolong sekitarnya, Maurer, kelihaiannya menggombal membuat ia disenangi oleh kebanyakan perempuan terutama adik kelasku dan guru perempuan yang masih single, dan Supassra, cewek dengan badannya yang tinggiitu juga dengan rambut pendeknya itu. Diantara teman – temanku yang lain, aku mempunyai perasaan lebih kepada Bank, ya sahabatku sendiri. Perasaan itu muncul sejak ia menolongku saat aku kesusahan saat itu. Pada saat itu aku diberi amanat oleh bu Guru untuk membereskan kelas disaat teman – temanku sudah pulang semuanya, ya aku fikir aku tinggal sendirian di kelas, ternyata setelah aku iseng melihat kelas – kelas lainnya, aku melihat Bank sedang mengerjakan tugasnya sendirian di kelas yang ia tempati, 12 MIPA 5. Segera aku menghampiri Bank dan menanyakan apa yang ia sedang kerjakan “Lho Bank, kok belum pulang?” lalu dia menjawab dengan nada lelah “Iya, gue masih harus ngerjain tugas Bahasa Inggris gue, ini tugas kelompok sebenernya, karna gue ngga kerkel kemaren makannya gue harus ngerjainnya sekarang.” Ia pun melanjutkan pembicaraannya tanpa sempat aku menjawabnya dahulu” Lah lu sendiri ngapain masih disini? Gue kira tinggal gue doang yang masih di sekolah” sontak aku menjawabnya sambil melihat ke tugas yang sedang Bank kerjakan “Gue dikasih amanat buat ngebersihin kelas, kebetulan tadi guru lewat depan kelas gue, dan kelas gue berantakan banget karna gaada yang piket, jadi gue yang disuruh ngeberesin” dengan nada sedikit tertawa Bank langsung menjawab “Makannya kalo anak – anak kelas lu langsung pulang, jangan main HP mulu di kelas hahaha kena kan tuh…”. Kami langsung ke kelas 12 MIPA 3, dan kami bagi – bagi tugas. Kebetulan kami berdua menyapu menjadi dua bagian, aku dua barisan kanan dan Bank dua barisan kiri. Selesai kami menyapu, aku bergegas mengambil kain pel dan Bank keluar mengambil air. Karna aku terburu – buru memanggil Bank, ZAPPP… kami berpapasan sangat dekat di belokan antara samping kelasku dan belakang kelasku yang tertutup tembok. Dag dig dug… begitu bunyi hatiku saat peristiwa itu terjadi. Segera dia langsung meminta maaf dan aku hanya bisa mendalami tatapan mata itu secara dalam. “Kok gue jadi deg – degan gini sih deket Bank, padahal sebelumnya gue main, gue makan, gue belajar sama dia biasa aja…” dalam hatiku berkata.

Waktu berlalu UN pun berlalu. Hari ke hari kami menjalani kehidupan masing- masing. Dua tahun setelah Un, March tiba-tiba menghubungi kami semua lewat LINE untuk berlibur ke kota Paris. Kami semua langsung menyetujuinya karna sudah lama sekali kami tidak berjumpa. Untung saja kami mahir berbahasa Inggris, jadi itu bukan suatu halangan. 7 Desember 1999, itulah hari kami berangkat ke Paris.
Hari itu datang juga, kami bertemu di Bandara Soekarno Hatta, dan beberapa menit setelah aku Bank datang dan segera menghampiriku. Tidak ada yang berubah dari Bank hanya badannya bertambah ‘jadi’. Aku berbincang banyak dan disela sela pembicaraan, sahabatku yang lain datang dengan membawa peralatan masing-masing. Semua sudah berkumpul, kami segera berangkat. Di dalam pesawat aku selalu berdoa kepada Allah SWT agar dilindungi dalam perjalanan. Aku selalu membaca ayat – ayat suci Al-Quran, sampai akhirnya tertidur di bangku pesawat yang nyaman itu. Akhirnya, Paris, Ya kota yang sangat indah dengan ciri khasnya, Menara Eiffel, kami sampai juga di kota itu pada pukul 08.00 waktu Paris. Kami memilih waktu musim dingin tiba dan kami juga sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Mulai dari persiapan kendaraan, hotel tempat kami menginap nanti, dan tempat kuliner yang bisa kami kunjungi. Aku satu kamar dengan Baifern, Punpun satu kamar dengan Supassra dan March satu kamar dengan Bank. Di kamar aku merasa rindu sekali dengan Bank. Rasanya ingin melihat muka dia terus, Ya Allah…. Perasaanku terhadap Bank tidak ada yang mengetahuiny, termasuk semua sahabatku. Aku sengaja untuk memendam perasaan ini sendiri karena aku tidak mau sikap sahabtku berubah ketika mengetahui perasaanku terhadap Bank. Satu hari di Paris dan kami langsung menelusuri tempat kuliner yang terkenal di kota ini. Untung saja kami semua mahir berbahasa Inggris, jadi kami bisa berkomunikasi dengan baik ketika memesan makanan. Aku mengambil bangku dekat dengan Baifern. “Wushhh” tiba-tiba Bank menyeret bankunya dan duduk di sebelahku. Aku berfikir mengapa setiap kami makan bangku kita selalu bersebelahan dan hatiku berkata “Ya Allah, apa ini yang namanya…… jodoh?.”
Aku sangat berharap Bank mempunyai perasaan yang sama kepadaku. Dari penglihatan dan perasaanku, mengapa sejak kejadian waktu itu di kelas sikap dia sedikit berubah kepadaku. Dia jadi lebih suka duduk di sebelahku ketika kami makan bersama, berlima. Lalu, tatapan matanya seperti berbicara lain ketika Bank berbicara denganku. Aku menyayangi Bank lebih dari seorang sahabat.
Hari-hari berlalu, tak terasa sudah tiga hari di kota ini. ‘Kring…kring…” telefonku berbunyi dan segera mengangkatnya tanpa melihat namanya dulu. “Hallo”. Ya Allah ini suara Bank, ngapain ya dia telfon aku.” Hatiku berkata dengan senangnya. Ternyata, Bank menelefonku untuk makan malam berdua besok malam. Aku berfikir sejenak, itu bukan karena aku mau menolak ajakan Bank, tetapi hatiku sangat senang sampai akhirnya tidak bisa berkata-kata. Baifern mendengar percakapan kami berdua, tetapi dia tidak menurigai kalau aku punya perasaan lebih terhadap Bank. Baifern berfikir karena kami seorang sahabat, jadi tidak ada salahnya makan berdua tanpa mengajak yang lain. Jarak tempat yang kami tuju sangat dekat dengan hotel tempat kami menginap, jadi kami berjalan kaki untuk sampai di sana. Langkah demi langkah kami lalui bersama, Bank, banyak bercerita tentang kisah cintanya di SMP. Nyatanya, kami berlima sudah bersahabat sejak SMA, dan Bank tidak pernah menceritakan ini kepadaku, termasuk kami semua, sahabatnya. Aku sangat menikmati waktu-waktu berdua dengan Bank. Tidak lupa ketika aku sampai di restoran, aku langsung mengabadikan moment tersebut dengan mengambil selfie dengan Bank sebelum makanan datang. Kami seperti sedang membangun chemistry malam itu. Dia memandangiku secara tajam, dan diam-diam juga aku memandangi wajah dan penampilan Bank. Tak terasa sudah 4 jam kami disini. Kami segera balik ke hotel.
Keesokan harinya, semua sahabatku, kecuali Bank, terlihat berbda. Mereka berempat, Baifern Punpun, Supassra, dan March, seperti sedang marah kepadaku. Ketika aku mengajak Baifern, Punpun, Supassra untuk ke luar hotel memandangi langit kota Paris, mereka bertiga langsung meninggalkanku dan tidak meninggalkan suara sedikit pun. Begitu juga dengan March. Aku ingin mengajak Bank, tetapi dia sedang tidak ada di hotel tempat kami menginap. Baifern tiba-tiba pindah ke kamar Punpun dan Supassra. Aku hanya bisa menangis sendiri di kamar memikirkan mengapa semua sahabatku bersikap seperti ini kecuali Bank, ya memang Bank sedang tida ada di hotel.

Seharian aku hanya berdiam diri di kamar, untungnya, aku masih mempunyai stock makanan di dalam tas. “Ini adalah liburan terburukku.” Hatiku berkata seperti itu dengan berlinang air mata di pipi. Dua hari lamanya aku di perlakukan seperti ini oleh keempat sahabatku, tetap malamya Bank mengajakku makan malam lagi. Entah mengapa hanya Bank yang bersikap biasa saja kepadaku. Sepertinya Bank mengetahui hal ini, aku menangis seharian, maka dari itu Bank mengajakku makan malam lagi. Aku segera menyetujui tanpa basi-basi. Tetapi kali ini kami tidak berjalan kaki, Bank sudah menyewa kendaraan untuk kami menempuh jalan ke restoran. Sampai disana restorannya sangat gelap dan mengapa tidak orang sama sekali. Tiba-tiba ada suara musik dari belakang hadapanku serta teman-temanku membawa balon. Aku berfikir sejenak, ulang tahuku sudah lewat, ulangtahun sahabat-sahabatku tidak ada yang jatuh di tanggal ini. Aku mencari Bank kemana dia berada, perasaan tadi dia di sebelahku. Di hadapanku Bank membawa kotak kecil berwarna merah, di hadapanku juga dia membuka kotak kecil itu. Cincin yang sangat indah dengan kilaian permata di atasnya. Aku sempat tidak bisa berbicara. Tanpa basa – basi dia langsung memegang tanganku dan memasangkan cincin tersebut di jari manis tangan kiriku. Dan dia berkata “aku menyukaimu sejak lama, dan aku tidak perlu kita menjadi sepasang kekasih terlebih dulu, karna aku sudah tahu sifatmu sejak kita bersahabat sejak SMA, will you marry me?” Bank berkata seperti itu di depan semua teman-temanku. Dag dig dug sampai – sampai aku tidak bisa berkata iya kepada Bank. Dengan keberanian penuh akhirnya aku bisa menjawab “Iya Bank aku mau”. Sontak semua sahabatku teriak bergembira melihat kejadian ini. Lalu mereka semua menceritakan bahwa yang kemarin keempat sahabatku membuatku kesal itu adalah rencana dari Bank, karena dia ingin membuat kejutan kepada ku. Hatiku sangat senang sekali dan tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. “Ini bukan liburan terburukku, melainkan liburan dan hari yang sangat penting dan juga membahagiakan untukku.” Ucapku dalam hati.

KARYA : RAFIIKA MAUDY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar