Kehidupanku
Namaku Sila. Mungkin kehadiranku di dunia ini tidak pernah diinginkan oleh keluargaku sendiri. Betapa tidak? Hingga saat ini, aku tidak pernah tau siapakah orang tuaku, apakah aku punya kakak atau tidak, bahkan mungkin aku mempunyai adik, entahlah aku tidak mengetahui hal itu. Sejak kecil, aku tinggal di panti asuhan, disana aku diajarkan banyak hal seperti membaca, menulis, mengerjakan sesuatu dengan mandiri, dan lainnya. Ketika umurku 15 tahun, aku memutuskan untuk tinggal sendiri di sebuah kontrakan kecil karena suatu hal yang terjadi kepadaku. Aku bertahan hidup dengan bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan milik ayah temanku. Sudah 3 tahun aku bekerja di tempat tersebut. Alhamdulillah, dengan bekerja di tempat tersebut aku dapat membiayai kehidupanku sendiri.
*********
Hari ini adalah hari pertamaku menjadi murid kelas XI. Aku bersekolah di SMA Kencana Jaya. Setelah sampai di sekolah, aku bergegas untuk menuju kelasku yang baru. Saat aku ingin mencari tempat duduk, tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang.“ Haiiii Silaaa, duduk disini aja sama aku.” Pinta temanku.
"Ohh iyaa, terima kasih telah menawariku untuk duduk bersamamu.” Jawabku. Aku pun menuju tempat duduknya.
"Hehehe iya sama-sama.” Ucapnya sambil tersenyum.
Ternyata yang memanggilku itu adalah Almira. Almira adalah temanku dari SMP. Dan dia yang menolongku selama ini. Aku bisa bekerja di rumah makan tersebut karena bantuannya. Rumah makan tersebut adalah milik keluarganya. Aku sangat berterima kasih kepada keluarganya karena aku telah banyak merepotkan mereka.
****
Pada hari Sabtu, aku sedang tidak ada pekerjaan karena merasa bosan di rumah, aku pun bergegas keluar rumah dan mengunjungi sebuah kedai yang menyediakan bermacam-macam kopi karena aku sangat suka dengan kopi terlebih Caramel Machiatto. Setelah memesan dan membayar pesananku, aku pun duduk di dekat jendela yang paling pojok. Suasana di kedai ini cukup ramai karena bisa dibilang kedai ini cukup murah. Tiba-tiba masuk dua orang wanita yang sepertinya anak kuliah dan duduk agak jauh dari tempatku. Aku pun melirik ke arah mereka. Tidak terasa sudah satu jam aku disini dan kopiku pun sudah habis. Aku pun bergegas untuk pulang.
Setelah kejadian itu , aku sering pergi ke kedai itu saat aku tidak ada pekerjaan. Selama aku pergi ke kedai tersebut, aku selalu bertemu dengan dua orang wanita itu dan saat ini mereka duduknya di hadapan aku. Aku merasa dilihatin oleh wanita yang duduknya menghadap ke arahku. Setelah beberapa waktu, wanita yang duduknya membelakangiku membalikkan badannya dan menyapaku.
"Hai?" Sapanya.
Aku yang lagi melamun melihat keluar jendela sontak kaget dibuatnya.
"Ehh iya hai juga." Aku tersenyum.
"Sendirian aja nih?" Tanyanya.
"Tal, aku ketoilet dulu ya?" Ujar temannya sambil mencolek pundak wanita itu.
"Iyaa, ehh gimana sendirian aja?" Katanya kembali bertanya kepadaku.
"Hehehe, Iya sendirian aja kok Kak." Jawabku.
"Boleh aku duduk disitu?" Dia menunjuk ke arah kursi di hadapanku.
"Ohh iya silahkan."
Dia pun membawa minumannya dan duduk bersamaku. Entah kenapa kita jadi saling menatap satu sama lain dan terjadi keheningan diantara kita. Wanita itu pun berkata.
"Oh iya kitakan belum kenalan, aku Talia" Tangan kanannya menjulur ke arahku.
"Sila. Sila Angelia" Aku menyambut tangannya.
Ketika aku menyebutkan namaku, dia sedang meminum minumannya dan terjadilah.
"ppuahhh." Dia menyembur minumannya
Mukaku pun tersembur olehnya…
"God damn it." Ucapku pelan.
"Siapa tadi nama kamu?" Tanyanya dan dia seperti ingin menangis saat itu juga.
"Sila. Sila Angelia!" Kataku kesal.
Mata wanita itu memerah dan mengeluarkan air mata. Tiba-tiba dia membalikkan badan dan mengambil tasnya. Lalu teman wanita itu keluar dari toilet dan langsung menghampirinya.
"Lho kamu kenapa Tal?" Tanyanya khawatir.
"Ayoo pulang, aku mau pulang" Pintanya sambil terisak.
"Kamu kenapa sih? Kamu abis diapain sama dia?" Tanyanya dengan penuh heran dan dia melirik aku.
"Udah aku mau pulang ayo cepet." Kata Talia tergesa-gesa.
Mereka pun meninggalkan aku dan aku hanya bisa kesal akan kejadian tersebut.
"Sialan! Nggak jelas banget sih jadi orang!" Gerutuku
Seorang pelayan yang merupakan teman satu kontrakanku pun menghampiriku.
"Sil, butuh tisu nggak?" Dia menyodorkan tisu
"Ehh ia mba makasih yaa.." Jawabku.
"Wanita itu siapanya kamu? Kok kamu membuatnya menangis sih? Kakaknya ya?"
"Hah? bukan kok. Nggak tau siapa tiba-tiba ngajak kenalan terus dia nangis, aneh banget kan?" Tuturku kepadanya.
"Loh masa sih hahaha. Yaudah aku tinggal dulu ya "
"Iyaa."
Hari ini, aku sudah mulai kembali bekerja. Setelah selesai dengan urusan pekerjaanku, aku pun menyempatkan diri kembali untuk mampir di kedai kopi yang biasa aku kunjungi. Ketika hendak pulang ke rumah, seorang pelayan yang merupakan temanku itu menghampiriku. Dia memberikan sebuah titipan dari wanita yang waktu itu menyemburkan minumannya ke mukaku. Ternyata, titipannya itu adalah sebuah kertas yang berisi nomor telepon. Setelah mengucapkan terima kasih kepada temanku itu, aku pun bergegas pulang .
Sesampainnya di rumah, aku pun menghubungi nomor tersebut.
"Assalamualaikum. Ini dengan Kak Talia kan?"
"Iya benar, dengan siapa ya?"
"Aku yang waktu di kedai kopi terkena sembur olehmu."
"Oh iya maaf tentang hal tersebut. Apakah kita bisa ketemu sekarang?"
“ Iya bisa, tapi ada keperluan apa ya?”
Tiba-tiba terdengar suara tangisan.
"Halo? Halo?"
"Kamu dimana? Kita ketemuan sekarang juga yaaa.” Dia menangis
"Memangnya ada perlu apa?" Tanyaku bingung.
"Aku hanya mau memastikan sesuatu , please mau yaa?" Pintanya.
"Memastikan sesuatu? Tapi aku ingin bertanya karena aku penasaran kenapa Kakak waktu itu menyembur aku? Ada yang salahkah dengan diriku?”
"Please mau ya? Kamu dimana sekarang? Aku yang akan ke rumah kamu deh. Maaf aku kaget waktu itu."
"Kaget karena apa?"
"Kamu dimana sekarang?"
"Tolong jawab pertanyaan aku dulu Kak!" Kataku kesal.
"Aku kaget dengan nama kamu"
"Kenapa dengan nama aku?" Aku pun semakin bingung dibuatnya.
"Nama kamu mirip sama nama adik aku yang hilang.”
Aku pun terdiam sesaat setelah mendengar hal tersebut.
"Oleh karena itu, sekarang kamu mau nggak ketemu sama aku untuk memastikan semua ini?”
"Rumah Kakak dimana? Aku saja yang akan kesana. Aku bisa menggunakan kendaraan umum untuk pergi ke rumah kakak."
"Aku di apartemen Citra Nusa Depok."
Tututututuutut
Aku langsung menutup sambungan telpon darinya. Saat ini, perasaan aku tidak menentu. Aku pun langsung menuju ke apartemennya menggunakan kendaraan umum. Sesampainnya disana.
"Halo Kak, aku udah di lobby.”
"Iya, kamu tunggu disana ya. Jangan kemana-mana.”
"Iya.”
"Oke. Tunggu disitu... Jangan tutup telponnya"
"Iyaaaa."
Aku pun bertemu dengannya. Suasana yang canggung pun terjadi diantara kami.
"Hmmm...."
"Hhmm..." Tersenyum.
Kita terdiam beberapa saat. Dan dia langsung mengajakku ke apartemennya dan ia bertanya.
"Kamu lahir tahun berapa?"
"Ehh sembilan enam."
"Oh my god." Dia menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Aku pun terdiam.
Setelah sampai di apartemennya, aku dipersilahkan untuk duduk di sofa, dan dia berjalan menuju kamarnya. Tak lama kemudian, dia pun kembali dengan membawa berkas-berkas dan sebuah foto album, setelah itu dia duduk di sampingku.
Dia menghela nafas dan berkata.
"Hanya ada satu cara memastikannya" Katanya.
Aku masih diam.
"Apakah selama ini kamu tinggal bersama orang tua kamu?"
"Aku... aku.. aku gak pernah tau siapa mereka dan aku....."Jawabku terbata-bata. Mataku mulai berkaca-kaca.
Tak lama kemudian, dia langsung memeluk aku erat sekali dan dia menangis tersedu-sedu. Perasaan apa ini? aku gak pernah bisa membayangkannya sama sekali. Tidak terasa air mata aku pun sudah jatuh.
Lama sekali dia menangis. Aku hanya dapat terdiam sambil menitihkan air mata dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan saat ini. Lima belas menit berlalu , dia pun melepas pelukannya dan menunjukkan berkas yang dibawanya tadi.
"Lihat... ini ada akte kelahiran kamu." Dia menunjukannya ke aku
Aku terdiam sambil melihat dan aku membandingkannya dengan akte yang ada di rumahku. Ya namanya memang sama dengan namaku dan tahun lahirnya juga sama dengan tahun lahir aku. Yang membedakan hanyalah tanggal, bulan lahir dan nama orang tuanya saja.
Lalu dia berjalan kembali menuju kamar. Setelah itu kembali duduk dengan membawa sebuah kalung.
"Apa kamu pernah punya ini? Atau ingat dengan kalung ini? hikz hikz..." Dia menunjukannya ke arahku.
Kalung itu mirip sekali dengan kalung yang aku punya di rumah, perasaan aneh ini datang lagi aku tidak bisa menjelaskan tapi sepertinya rasa bahagia yang datang menyelimuti seluruh aliran darahku. Aku terdiam lalu tersenyum.
"Hmm, Iya, aku punya satu yang seperti itu di rumah dan sudah karatan juga."
"Terima kasih tuhan hikz....." Dia seperti berdoa dan memeluk aku lagi.
"Lihat hikzs... kalung ini adalah kalung yang aku beli waktu aku masih sekolah dasar.”
"Ahh tapi tunggu dulu... aku mau tau dimana ibu dan ayah? Kenapa kita bisa berpisah?"
Talia terdiam.
"Dimana orang tua kita? Cepat kasih tau aku!"
",...... Maaf dek... Ayah 2 tahun yang lalu...... sudah...... meninggal karena suatu penyakit."
"Lalu bagaimana dengan ibu?"
Talia diam lagi
"Ibu masih hidupkan Kak?"
“Iya ibu kita masih hidup dan ibu kita yang menyebabkan semuanya ini terjadi Dek. Bertengkar hingga menyebabkan perceraian dengan ayah... lalu sampai berebut hak asuh kita. Tapi ibu kalah di pengadilan.. Mungkin ibu tidak terima dan membawa kabur kamu entah kemana. Dah tidak tahu kenapa kamu malah diterlantarkan. Dan.... sampai sekarang ayah, aku, dan keluaga dari ibu kita tidak pernah bertemu lagi dengan dia."
Akupun terdiam setelah mendengarkan penjelasannya. Tanganku pun digenggam olehnya.
"Kamu pasti menjalani hidup ini lebih berat dari pada aku. Ini semua gak adil buat kamu dek... Maafin kita ya dek... maafin aku... maafin ayah... dan maafin ibu juga.Kamu tau pesan terakhir dari ayah itu ditunjukan buat kamu. Dia berkata seperti ini : "Talia, kamu harus bisa menjaga diri kamu dan berdoalah kepada tuhan agar bisa dipertemukan kembali dengan adik kamu. Jika doa kalian dikabulkan berterima kasihlah kepada tuhan.... dan tolong jagalah dia.... berikan dia kasih sayang yang selama ini mungkin tidak pernah dia dapat dari ayah... cintai dia dengan setulus hati. "
Air mataku mengalir begitu derasnya, lalu aku dipeluk kembali oleh wanita yang ternyata dia adalah kakakku. Kali ini aku membalas pelukannya dan kita berpelukan hingga tangisan dari diri kita masing-masing mereda.
"Hmm jadi kamu sekarang tinggal dimana? Lalu, kamu sekolah?"
"Aku tinggal di daerah Kampung Rumbut. Iya aku sekolah."
Talia tersenyum
"Hmm.... Kamu tinggal sama siapa disana? Siapa yang membiayai sekolahmu?"
"Aku tinggal sendiri ka... Aku sendiri soalnya aku sambil bekerja jadi mempunyai penghasilan untuk bayar uang sekolah."
"Ya ampun...."dia memeluk lagi aku "Kamu kerja apa? Dimana?"
"Aku kerja jadi pelayan di rumah makan punya temenku .... di daerah Cimanggis."
"Oh yah?? Hmm kamu hebat deh! Tapi mulai saatini, kamu tinggal sama kakak aja ya?”
" Aduhh gimana ya? Tapi aku sudah nyaman tinggal di kontrakan itu kak.”
"Kakak cuma ingin kita kembali bersama dan saling menyayangi. Kakak ingin menjaga kamu seperti yang ayah pesankan kepada kakak.”
Setelah aku berpikir cukup lama, aku pun berkata kepadanya bahwa aku akan tinggal bersamanya. Saat ini aku sangat bahagia karena dapat bertemu dengan saudara kandungku dan bisa tinggal bersamanya. Akhirnya aku dapat bertemu keluargaku walau sudah tak utuh seperti yang aku harapkan. Tapi setidaknya aku masih mempunyai kakak yang dapat menemani dan melindungiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar